Tuesday, February 23, 2016

Belajar dari Tukang Parkir


aagym
tukang-parkir


Tak ada yang patut disembah selain Allah Swt. Tak ada yang bisa dimintai pertolongan selain Allah Swt. Hanya Allah yang kuasa menghidupkan dan mematikan kita. Hanya Allah yang kuasa memberikan rezeki kepada kita. Alhamdulillah. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.
Saudaraku, mari kita perhatikan seorang tukang parkir. Setiap hari hilir mudik silih berganti berbagai kendaraan yang parkir di tempatnya. Mulai dari mobil baru dan mahal, sampai motor lama yang ada penyok hampir di setiap sisinya.
Perhatikanlah bagaimana ekspresi tukang parkir itu manakala ada kendaraan datang dan ketika kendaraan itu diambil kembali oleh pemiliknya. Sama sekali tak ada tanda-tanda berat hati saat kendaraan-kendaraan itu diambil kembali. Apalagi sikap penolakan, tak ada sama sekali. Mengapa ia bersikap demikian? Tiada lain jawabannya adalah karena kendaraan-kendaraan itu bukan miliknya, kecuali hanya titipan semata.
Begitulah dengan kita di dunia ini. Marilah kita ingat kembali bahwa kita lahir ke dunia dari rahim ibu kita, tanpa membawa sehelai benang pun. Bahkan kita tidak sanggup berbuat apa-apa selain hanya menangis.
Kemudian, Allah datangkan rezeki kepada kita lewat perantara ibu kita. Rezeki datang menghampiri kita padahal kita sama sekali belum bisa mengusahakannya. Datanglah air susu lewat ibu kita. Allah datangkan juga selimut hangat, minyak telon, sabun, air dan lain sebagainya dari berbagai arah kepada kita. Sehingga kebutuhan kita tercukupi dan kita pun bisa bertahan hidup.
Seiring bertambahnya waktu kita pun tumbuh. Kemudian, Allah datangkan berbagai perhiasan dunia kepada kita. Harta yang berkecukupan, pasangan, kendaraan, anak-anak, rumah dan lain sebagainya. Kita pun dikaruniai kedudukan, jabatan, sehingga kita memiliki nama baik di hadapan manusia.
Saudaraku, semua itu tiada lain adalah titipan dari Allah Swt. kepada kita. Oleh karena itu, sebagaimana sikap seorang tukang parkir yang dititipi kendaraan, maka sepatutnya kita menjaga setiap titipan yang Allah amanahkan kepada kita. Allah Swt. berfirman, “Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban?” (QS. Al Qiyaamah [75] : 36).
Tidak sedikit orang yang malah lupa dengan hakikat ini. Sehingga mereka terjangkit penyakit sombong dan riya’. Harta berlimpah malah ia gunakan untuk bermaksiat dan pamer mencari kekaguman orang lain. Ilmu yang ia miliki pun hanya ia gunakan untuk memperkaya diri dan mengharap pujian orang lain. Demikian juga dengan jabatan yang ia duduki, hanya ia gunakan untuk menimbun kekayaan sesuai hawa nafsunya.
Bagi orang-orang yang demikian, harta, pangkat, jabatan akan menjadi sumber malapetaka baginya. Ketika semua itu raib, ia akan dilanda kepedihan dan putus asa. Sebaliknya, orang yang senantiasa sadar bahwa hakikat dari setiap perhiasan dunia adalah titipan Allah, maka ia akan mawas diri mempergunakannya sesuai dengan apa yang Allah ridhai.
Saudaraku, setiap yang kita miliki adalah titipan Allah Swt. dan sarana untuk beribadah kepada-Nya. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah Swt. yang terampil dan amanah mempergunakan setiap titipan itu di jalan-Nya.[]

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
sumber:smstauhiid.com

Lima Orang Beruntung


aagym
syekh rajab


Segala puji hanya milik Allah Swt. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah Saw.
Saudaraku, berbagai macam penyikapan orang terhadap kehidupan dunia ini, baik terhadap pekerjaan, kekayaan atau kedudukannya. Di antara mereka ada yang beruntung dan ada pula yang merugi. Semoga kita termasuk golongan yang beruntung. Siapa sajakah mereka?

Pertama, yaitu orang yang dengan pekerjaan, kekayaan atau kedudukannya, ia beramal shaleh. Karena yang akan ia bawa ke akhirat adalah amal shaleh dan ketakwaan.
Suatu ketika Kumail bin Yizad berjalan dengan Ali Abi Thalib ra. Kemudian, Ali menoleh ke sebuah kuburan lalu berkata, “Wahai penghuni tempat yang menyeramkan, wahai penghuni tempat penuh bala`, bagaimana kabar kalian saat ini? Maukah kalian kuberitahu kabar dari kami? Harta kalian telah dibagi-bagi, anak-anak kalian telah menjadi yatim, dan istri kalian telah dinikahi oleh orang lain. Kini, maukah kalian memberi kabar kepada kami?”
Lalu, Ali berkata, “Wahai Kumail, seandainya mereka diizinkan menjawab, mereka akan mengatakan, “Sebaik-baiknya bekal adalah takwa.”
Ali menangis sejenak. Lalu berkata, “Wahai Kumail, kuburan itu adalah kotak amal, dan di kala kematian, kabar dari isi kotak amal itu akan menghampirimu.” (Kanzul `Ummaal, Juz III, hal.697)
Apa yang akan kita bawa sebagai bekal di akhirat hanyalah amalan kita atas harta, jabatan, kekuasaan itu. Semua yang pernah kita lakukan akan terbuka. Semua amal itu akan berbalik kepada kita. Amal baik diberi ganjaran kebaikan, demikian pua sebaliknya.

Kedua, orang yang dengan pekerjaan, kekayaan atau kedudukannya membangun nama baik untuknya. Apa artinya jika semua itu malah menjadikan namanya buruk.
Seorang koruptor, mungkin dia berhasil mendapatkan banyak uang dan kekayaan melimpah. Tapi, apalah arti semua itu jika malah menjatuhkan namanya sebagai seorang pencuri.
Rasulullah Saw. menghendaki agar umatnya bisa menjaga kehormatan dan harga diri selama berada di dalam kebenaran. Bahkan jikapun perlu mengeluarkan harta demi membela kehormatan diri, maka itu dianjurkan jika apa yang ia lakukan itu dalam rangka mengungkap kebenaran. Rasulullah Saw bersabda, “Peliharalah untuk menjaga diri kamu dengan harta kamu.(HR. Ad Dailami).

Ketiga, orang yang dengan pekerjaan, kekayaan, atau kedudukannya, semakin menambah ilmu dan kedekatan dengan Allah Swt. Apalah artinya pekerjaan, kekayaan, dan kedudukan jika menjauh dari Allah.
Harta akan menjadi alat untuk mendekatkan diri kepada Allah manakala harta tersebut dibelanjakan sesuai dengan  petunjuk-Nya. Allah Swt. berfirman, “Dan, perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimispun (memadai)..” (QS. Al Baqarah [2]: 265).

Keempat, orang yang dengan pekerjaan, kekayaan, atau kedudukannya, semakin menambah silarutahim. Apalah artinya pekerjaan, kekayaan, kedudukan tinggi, jika menjadikan dirinya semakin jauh dari orang-orang, atau malah mendatangkan kebencian dari orang lain.
Semakin banyak saudara, semakin bahagialah kita. Karena ketika silaturahim terjalin baik dengan orang lain, maka akan terjadi saling berbagi ilmu dan pertolongan. Semakin banyak saudara, semakin beruntung. Sebaliknya, semakin banyak musuh, semakin rugi.
Suatu ketika Rasulullah Saw. ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan akan ke surga”. Rasulullah menjawab, “Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahim“. (HR. Bukhari).

Kelima, orang yang dengan pekerjaan, kekayaan, atau kedudukannya, semakin menebar manfaat untuk orang lain.
Seseorang  bertanya kepada Rasulullah Saw., Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling dicintai Allah, dan amal apakah yang paling dicintai Allah?” Rasulullah Saw. menjawab, “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain, adapun amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan ke dalam diri seorang muslim, atau engkau menghilangkan suatu kesulitan dirinya, atau engkau melunasi utang atau menghilangkan rasa laparnya.
Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (membantu) suatu kebutuhannya, lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan, barangsiapa yang menghentikan amarahnya maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat.
Dan, barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluan sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani).[]

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
sumber:smstauhiid.com

Hakikat Doa kepada Allah


aagym
doa


Hakikat Do’a
Imam ibnu Atha’illah mengatakan “jangan sampai doa permintaanmu kepada Allah itu engkau jadikan sebagai alat (sebab) untuk mencapai pemberian Allah, niscaya akan kurang pengertianmu (ma’rifatmu) kepada Allah, tetapi hendaknya doa permintaanmu semata-mata untuk menunjukan kerendahan kehambaanmu dan menunaikan kewajiban terhadap kemuliaan kebesaran dan kekayaan Tuhanmu”.
jadi kalau kita meminta kepada Allah, jangan menganggap karena kita minta, Allah memberi, jika demikian berarti Allah diatur kita. Bagi kita, berdoa itu adalah ibadah, ikhtiar itu adalah amal sholeh, perkara Allah memberi itu terserah Allah saja.
Kita diperintahkan berdoa bukan untuk memberitahu Allah tentang keperluan kita, karena Allah maha tau, bahkan Yang Menciptakan kita punya keperluan juga Allah, jadi sebelum kita minta, Allah sudah tau keperluan kita, kenapa Allah tau keperluan kita? Karena dia yang menciptakan keperluan kita.
Kita tidak mengerti kenapa kita lapar, tapi lapar,kita perlu makanan. Allah yang menciptakan kita lapar, dan Allah  juga yang tau kalau kita tidak ada makanan, kita tidak bisa ibadah kepada-NYA. Allah menciptakan haus, Allah juga yang menyediakan air.
Kalau setiap permintaan selalu berbuah pemberian, bagaimana kalau kita tidak minta, pasti tidak ada pemberian.
Sekarang banyak mana? banyak mintanya? atau banyak pemberian Allahnya?kalau setiap pemberian harus lewat minta, bagaimana? repot kita, sedang kita tidak tau semua keperluan tubuh kita. Misal:“ya Allah tolong panjangkan rambut saya, dengan kecepatan, coba mau berapa kecepatannya, 1 cm/menit, tolong ya Allah, komposisi rambut, jangan terlalu keras, nanti berdiri semua, jangan juga kekecilan, dan tolong ya Allah warnanya seragam.”
Rumit…, itu baru rambut, belum kebutuhan semua anggota tubuh ini, rumit sekali tubuh ini, dan tidak minta, dicukupi, benar?
Makanya akhwat tidak perlu pakai bulu mata palsu, karena bulu mata ini sudah diatur dengan keseimbangan otot mata, siapa yang bawa pakai bulu mata palsu, itu seperti kita bawa barbel, aka ada kelelahan otot mata, jangan heran, yang masa mudanya sering pakai bulu mata, nanti makin tua jadi sudah kelelahan ototnya, jadi gak bentuk lagi.
Jadi antara keperluan dengan permintaan beda, meminta ke Allah itu adalah ibadah, doa itu “mukh al-‘ibadah” saripatinya ibadah.
Yang terpenting dari doa bukan terkabulnya, yang terpenting dari doa adalah kita jadi hamba Allah, bener-bener merunduk, “saya itu tidak berdaya Allah yang maha kuasa, saya itu bodoh Allah yang maha tahu, saya itu miskin gak punya apa-apa, Allah yang punya segala-segala, saya itu kotor berlumur dosa, hanya Allah yang maha suci”.
Kalau doa bisa membuat kita nyungsep laahaulaawalaquwwata illabillah, itu sudah berhasil doanya.
Dikasih apapun bentuknya, mau cocokdengan yang kita minta, mau tidak cocok, tidak apa-apa, karena yang penting dari doa itu adalah berhasilnya kita mentauhiidkan Allah.
Dikabulkannya doa juga tidak harus cocok dengan yang kita inginkan, karena yang kita inginkan belum tentu yang terbaik menurut Allah, kitakan menginginkan sesuatu cendrung hawa nafsu.
Salah satu doa yang bagus itu seperti doanya Nabi Yunus, “laa ilaahailla anta subhanaka inni kuntu minandzoolimiin”.Itu doa ismul ‘adzom, jadi doa yang bagus itu adalah:
  1. Mentauhiidkan Allah, laailaaha illa anta; tiada illah selain Engkau,
  2. Mensucikan Allah, subhanaka; Maha suci Engkau. Intinya tidak ada yang kurang tidak ada yang salah tidak ada yang jelek, semua perbuatan Allah sempurna baiknya mau apapun yang terjadi subhanaka termasuk musibah yang menimpa kita pasti Allah itu baik, mau digimanainsaja tubuh ini, pasti perbuatan Allah itu baik.
  3. Subhanaka inni kuntu mindzdzoolimiin; sedang saya inilah ya Allah orang yang dzolim, nah itu doa, laa haulaa walaa quwwata illabillah, tiada daya tiada kekuatan kecuali dari Allah yang maha agung, kita ngebungkukseperti karung yang tidak ada apa-apanya kecuali dikuatkan oleh Allah.
Jadi yang penting dari doa itu sebetulnya bukan fokus dikabulkannya tapi fokus: mentauhiidkan Allah, mensucikan Allahh, dan pengakuan atas kehambaan diri kita.

sumber:smstauhiid.com

Menyampaikan nikmat Allah


aagym
aagym - manusia yang paling bersyukur


Allah Swt berfirman,
وَأَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ
Artinya: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (QS. Adh Dhuhâ [93]: 11).

Kunci terakhir yang harus kita lakukan supaya amal kebaikan kita disyukuri oleh Allah Swt adalah dengan melakukan Tahaduts bi ni’mah atau membicarakan, mengungkapkan nikmat Allah Swt yang diberikan kepada kita. Sikap ini termasuk sikap syukur terhadap nikmat Allah Swt. Sikap ini bukanlah sikap Riya`.

Lantas bagaimana perbedaan sikap menyampaikan nikmat Allah ini dengan sikap Riya`? Syukur itu ketika pengungkapan nikmat Allah Swt dimaksudkan supaya Allah Swt dipuji. Sedangkan Riya` adalah sikap mengungkap kenikmatan yang dimaksudkan supaya diri yang dipuji. Simak contoh ucapan di bawah ini.

“Alhamdulillahirobbil’alamin. Saya bersyukur kepada Allah yang selalu membangunkan saya setiap malam. Saya tunaikan Tahajud setiap malam. Hampir tidak ada malam yang luput dari Tahajud yang saya lakukan. Saudara bisa lihat sendiri kan, saya lebih segar dan cerah karena selalu Tahajud setiap malam. Doa saya pun mustajab.” Kita bisa merasakan jenis ucapan apakah ini. Ini adalah contoh ungkapan Riya`. Ungkapan yang bertujuan menyanjung-nyanjung diri sendiri dengan amal keshalehan. Ketika orang ini menyebut nama Allah, ternyata itu hanya pelengkap saja agar terlihat shaleh.

Bandingkan dengan percakapan ini, “Mas, saya lihat Mas tahajud setiap malam.” Lalu, orang yang ditanya menjawab, “Alhamdulillah.. Saya sangat bersyukur, setelah saya pelajari atas izin Allah, ternyata Tahajud itu penuh keberkahan. Dan, Allah bener-bener menolong saya untuk bisa bangun malam dan menunaikannya. Ayolah kita coba, insya Allah banyak sekali manfaatnya. Allah yang membangunkan, Allah pula yang menidurkan.”

Bisa kita bedakan ungkapan yang pertama dengan yang kedua. Ungkapan pertama sangat kental dengan aroma mengangkat-angkat diri sendiri karena ingin dipuji dan dipandang sebagai manusia shaleh. Sedangkan ungkapan kedua bisa terasa bagaimana orang tersebut menyandarkan dirinya kepada Allah dan bermaksud mengangkat pujian terhadap-Nya. Ungkapan kedua itulah ungkapan syukur.

Satu lagi contoh ungkapan Riya`, “Alhamdulillah, ibu bapa sekalian, pada tahun ini saya bisa menunaikan ibadah haji untuk yang ketiga kalinya. Ini adalah karunia Allah. Allah hanya memberangkatkan orang-orang terbaik untuk bisa berhaji lebih dari satu kali. Saya akan mohonkan ampunan kepada-Nya bagi tetangga-tetangga saya yang belum bisa menunaikan ibadah haji.”

Lalu, bandingkan dengan ungkapan ini, “Ibu Bapak sekalian, Alhamdulillah dengan seizin Allah, pada tahun ini kami akan berangkat ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Kami yakin bahwa keberangkatan kami ini sepenuhnya adalah karena undangan dan kuasa Allah Swt. Rezekinya dari Allah, sehatnya dari Allah. Adapun pada kesempatan ini kami berkumpul bersama ibu bapak sekalian adalah dengan harapan semoga kita semakin yakin pada pertolongan Allah. Kami mohon doa dari ibu bapak sekalian semoga kami dilancarkan dalam perjalanan ini. Karena kami tidak tahu apakah kami akan kembali lagi atau tidak, semoga ibu bapak berkenan memaafkan salah dan khilaf kami. Allah Maha Melihat kepada kita saat ini, semoga Allah mengundang semua yang hadir di tempat ini untuk bertamu ke tanah suci. Amin.”     

Bisa kita rasakan makna yang ada di dalam ungkapan kedua di atas. Kita lebih nyaman menyimaknya. Kita bisa menerimanya dengan sangat tentram di dalam hati kita. Inilah ungkapan syukur. Ungkapan yang menjadikan Allah saja sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disanjung dan dipuji.

Suatu ketika, Rasulullah Saw pernah menegur seorang sahabat yang berpenampilan jauh dan bertentangan dengan segala kenikmatan yang dimilikinya. Hal ini sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam Al Baihaqi bahwa salah seorang sahabat pernah datang menemui Rasulullah Saw dengan mengenakan pakaian yang lusuh dan kumal. Penampilannya membuat orang yang melihat kepadanya menjadi sedih dan kasihan. Melihat keadaan tersebut, Rasulullah pun bertanya kepadanya, “Apakah engkau memiliki harta?” Sahabat tersebut menjawab, “Ya, Alhamdulillah, Allah melimpahkan harta yang cukup kepadaku.” Setelah mendengar jawaban sahabatnya itu, maka Rasulullah berpesan kepadanya, “Perlihatkanlah nikmat Allah tersebut dalam penampilanmu.”

Kisah di atas menerangkan kepada kita bahwasanya menyebutkan atau mengungkapkan nikmat Allah Swt itu tidak hanya dengan cara mengucapkannya, akan tetapi juga bisa dengan menampilkannya tanpa maksud sombong atau pamer. Syukurilah nikmat yang dianugerahkan Allah Swt itu dengan memakainya, bukan bersikap pura-pura miskin.

Menyebutkan atau menampakkan nikmat Allah Swt yang kita miliki itu baik dilakukan jika memberikan kemaslahatan bagi diri sendiri dan orang lain yang mendengar atau melihatnya. Sehingga diri ataupun orang lain bisa semakin melihat nyata terhadap kekuasaan Allah Swt dan semakin yakin pada kemurahan-Nya.

Ibnul Qayyim menjelaskan makna antara memuji dan menyebut nikmat yang didapatkan. Menurut beliau, memuji pemberi nikmat bisa terbagi pada dua bentuk, yaitu memuji secara umum dan memuji secara khusus. Memuji secara umum adalah memuji sang pemberi nikmat sebagai pihak yang dermawan dan baik. Sedangkan memuji yang bersifat khusus adalah dengan memberitahukan dan menceritakan kenikmatan tersebut. Sehingga tahadduts bin ni’mat merupakan bentuk tertinggi dari memuji Allah Swt, Dzat Pemberi nikmat.

Berdasarkan ayat tersebut di atas, para ulama menyimpulkan bahwa Tahaduts binni’mah sangat baik dilakukan sebagai bentuk sikap syukur kita atas nikmat yang diberikan Allah Swt, dengan catatan apabila Tahaduts binni’mah ini terhindar dari fitnah riya’, sombong, dan tidak menimbulkan kedengkian pada diri orang lain yang mendengar atau melihatnya.

Jika kemudian kita lebih memilih bersikap untuk tidak mengungkapkan nikmat Allah Swt karena kekhawatiran akan timbulnya rasa iri dengki pada diri orang lain, maka sikap kita itu tidak terkategori sebagai kufur nikmat terhadap Allah Swt. Sungguh, Allah Swt Maha Tahu apa yang nampak dan yang tersembunyi pada diri kita.

Saudaraku, di dalam Al Quran Allah Swt berfirman,
فَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرً۬ا يَرَهُ 
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya.(QS. Al Zalzalah [99]: 7).

Ayat tersebut di atas diperkuat dengan hadits Rasulullah Saw, “Sesungguhnya, Allah Swt sedikitpun tidak akan berbuat aniaya terhadap kebaikan orang mukmin. Penghargaan-Nya diberikan sewaktu ia di dunia dan di akhirat kelak ia pun akan mendapatkannya. (HR. Ahmad). 

Hadits yang diriwayatkan dari Abu Laits As Samarkandhi di atas mengisyaratkan bahwa sesungguhnya Allah Swt sangat peduli terhadap setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Allah Swt tidak akan mengabaikan kebajikan yang dilakukan oleh hamba-Nya meskipun kebajikan tersebut hanyalah bagai sebutir debu saja. Allah niscaya akan membalasnya dengan ganjaran kebaikan yang jauh lebih besar. Karena Allah Swt Maha Mensyukuri perbuatan baik hamba-hamba-Nya.

Ketika hamba-hamba Allah Swt mendekat kepada-Nya satu langkah, maka Allah Swt mendekat kepadanya seribu langkah. Inilah gambaran bagaimana Allah Swt mensyukuri kebaikan yang dilakukan oleh hamba-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah Swt berfirman, “Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya satu hasta. Jika dia mendekat keapda-Ku satu hasta, maka Aku mendekat kepadanya satu depa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari.” (HR. Muslim).

Allah Swt, Dzat Yang Maha Mensyukuri kebaikan hamba-hamba-Nya. Dialah Asy Syakur. Allah Swt membalasi kebaikan-kebaikan hamba-hamba-Nya dengan ganjaran kebaikan berlipat ganda. Allah Swt membalasi hamba-hamba-Nya yang bersyukur dengan menambahkan nikmat-Nya untuk mereka. Semoga kita termasuk ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang demikian. Hanya Allah Yang patut disembah dan dipuja.


Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
sumber:smstauhiid.com

Gunakan Nikmat Allah Untuk Mendekat Kepada-Nya


aagym
aagym-german


Tubuh kita dengan seluruh organnya adalah nikmat tiada ternilai yang diberikan Allah Swt kepada kita. Ketika kita gunakan kening kita untuk banyak bersujud kepada-Nya, maka akan beda terasa. Pikiran akan lebih jernih. Jiwa lebih tenang. Hati lebih lapang. Langkah terasa lebih mantap menapaki kehidupan.

Demikian halnya dengan mulut. Gunakan untuk lebih banyak berdzikir kepada Allah Swt. Hindari membicarakan keburukan orang lain, kurangi berbicara hal-hal yang sia-sia, jauhi mengumpat, tahan mengeluh dan menggerutu. Rasakanlah manfaatnya, diri akan lebih tentram, terhindar dari kegelisahan.

Allah Swt berfirman,
وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌ‌ۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولاً۬
Artinya: “..Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra [17]: 36).

Penggunaan anggota tubuh untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt ini tidak hanya penting sebagai bentuk rasa syukur kita kepada-Nya. Hal ini juga penting karena di akhirat kelak, anggota tubuh kita akan menjadi saksi tentang amal perbuatan kita selama hidup di dunia. Kesaksian mereka akan jujur apa adanya, tak akan ada yang bisa ditutup-tutupi. Oleh karena itu, gunakanlah anggota tubuh kita untuk melakukan amal perbuatan yang diridhai oleh-Nya.

Ketika punya uang. Uang adalah titipan dari Allah Swt. Gunakanlah untuk mendekat kepadanya. Bersedekahlah. Sedekah adalah tabungan dan investasi yang bernilai tinggi. Sedekah pasti disaksikan oleh Allah Swt, dicatat sebagai suatu kebaikan dan dibalas dengan ganjaran berlipat ganda. Bahkan, sedekah yang dikeluarkan oleh seorang mu’min, itu akan menjadi peneduhnya di hari kiamat kelak.

Rasulullah Saw bersabda, “Naungan bagi seorang mu’min pada hari kiamat adalah sedekahnya.” (HR. Ahmad).

Ketika punya mobil, kita kendarai sembari memutar kaset atau CD ayat-ayat Al Quran, atau hal-hal yang mengingatkan diri untuk senantiasa berdzikir kepada Allah Swt. Jika demikian yang kita lakukan, maka nikmat kendaraan yang kita miliki akan ditambah oleh-Nya. Insya Allah.

Ketika kita memiliki sedikit ilmu, kemudian kita mengamalkannya atau mengajarkannya kepada orang lain, maka Allah Swt akan menambahkan ilmu yang ada pada kita. Tidak jarang orang yang semakin mengerti dan mendalami ilmu yang dimilikinya itu setelah ia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Bahkan tidak sedikit pula orang yang semakin bertambah banyak ilmunya setelah ia mengamalkan dan mengajarkan sedikit ilmu yang dimilikinya itu kepada orang lain.

Apapun nikmat Allah Swt yang dipergunakan dengan tujuan memperoleh ridha Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, maka itulah sikap syukur.

Ketika kita dianugerahi amanah sebagai seorang kepala di perusahaan. Kemudian kita mempergunakan nikmat tersebut untuk mengajak para karyawan agar disiplin dalam bekerja dan disiplin dalam menunaikan shalat lima waktu. Demikianlah sikap syukur.

Banyak sekali nikmat yang diberikan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya. Para ulama membagi nikmat Allah Swt ini kepada tiga bagian, yaitu nikmat hidup, nikmat kemerdekaan dan nikmat hidayah. (Asmaul Husna Effect :136).

Pertama, nikmat hidup. Ini adalah karunia dari Allah Swt yang tingkatannya paling dasar. Allah Swt memberikan nikmat ini tidak hanya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, melainkan memberikannya juga kepada seluruh manusia, tumbuhan, binatang dan makhluk lainnya. Dalam nikmat ini sudah terkandung juga nikmat-nikmat lainnya yang berfungsi untuk menopang keberlangsungan hidup, diantaranya adalah nikmat makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan lain sebagainya.

Kedua, nikmat kemerdekaan. Nikmat ini adalah nikmat kedua yang paling penting dan lebih tinggi tingkatannya dari nikmat yang pertama. Nikmat ini diberikan Allah Swt kepada manusia. Dengan nikmat ini, manusia memiliki keleluasaan untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, menentukan pilihan-pilihan, merdeka memilih mana yang benar dan mana yang salah.

Ketiga, nikmat hidayah. Ini adalah nikmat dari Allah yang tingkatannya paling tinggi dan paling mulia bagi manusia. Nikmat ini tidak diberikan Allah Swt kepada sembarang orang. Allah Swt hanya memberikan nikmat hidayah ini kepada orang-orang yang terpilih dan pantas untuk menerimanya. Yaitu, orang-orang yang sungguh-sungguh ingin dekat dengan-Nya.

Apabila kebaikan kita ingin disyukuri oleh Allah Swt, maka sikap yang harus kita lakukan adalah dengan menggunakan ketiga nikmat tersebut di atas sebaik mungkin demi mendapatkan ridha-Nya. Isi hidup kita dengan perbuatan yang menimbulkan kemanfaatan. Apalagi betapa hidup ini amat singkat. Gunakan pula kemerdekaan yang kita miliki untuk hanya memilih yang baik dan yang benar. Adapun hidayah, syukurilah dengan terus-menerus memperkaya diri dengan ilmu dan amal untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt, Dzat Yang Maha Pemberi berbagai kenikmatan.

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
sumber:smstauhiid.com

Selalu Memuji Allah


aagym
Allah


Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw bersabda, Sesungguhnya sebaik-baik doa adalah Alhamdulillah”.” (HR. Tirmidzi).

Sakit adalah hal yang dirasakan oleh setiap orang. Namun, tentu tidak akan selamanya sakit melanda seseorang. Akan tiba saatnya kesembuhan. Terus berputar silih berganti. Untuk yang sedang sakit, maka bersabarlah. Untuk yang tidak sakit atau sudah sembuh dari sakit, maka bersyukurlah. Jika dibanding-bandingkan antara sakit dan tidak sakit pada diri seseorang, rata-rata lebih banyak mana? Tentu lebih banyak tidak sakitnya. Apalagi jika dibandingkan dengan karunia yang diberikan Allah Swt kepadanya.

Ketika seseorang sedang mengalami sakit gigi misalnya. Bersabarlah. Sakit gigi memang sakit yang sangat memancing emosi dan paling dramatis. Sakitnya sulit diceritakan dan jarang menjadi alasan untuk orang lain menjenguknya. Padahal betapa sangat tidak mengenakkan sakitnya.

Saat sakit melanda, ingatlah Allah dengan ucapan “Innalillahi wa inna ilaihi raajiun.” (Sesungguhnya milik Allah segala sesuatu dan kepada-Nya segala sesuatu akan kembali). Sedangkan jika sudah sembuh atau tidak sakit, ingatlah Allah dengan mengucapkan, “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.” (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ad Dailami diterangkan bahwa barangsiapa yang membiasakan berdzikir dengan mengucap kalimat “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin” saat mendapatkan kebaikan, dan mengucap “Innalillahi wa inna ilaihi raajiun” ketika ditimpa musibah, maka Allah Swt akan membangunkan rumah di surga untuknya. Allah Swt pun akan menaunginya dengan cahaya-Nya yang agung.  

Sebagai bukti keagungan Allah Swt, bahkan di dalam keadaan sakit pun banyak hal yang bisa kita syukuri. Allah Swt berfirman,
 “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah [94]: 5-6).

Para ahli tafsir menjelaskan bahwasanya kata “Al-’Usri” menggunakan alif lam ma’rifah, yaitu mengandung arti “satu kesulitan”. Sedangkan kata “Yusran”  menggunakan isim nakirah, yaitu sesuatu yang tidak terbatas dan berarti “beberapa kemudahan” atau “banyak kemudahan”. Jadi, makna ayat tersebut adalah “Maka sesungguhnya bersama satu kesulitan ada beberapa kemudahan”. Kemudahan itu selalu lebih banyak daripada kesulitan.

Sesungguhnya di dalam sakit itu terdapat banyak sekali rahasia Allah Swt. Jika kita merujuk kepada ayat di atas, sesungguhnya ketika kesulitan menimpa seseorang, maka ketika itu juga kemudahan-kemudahan atau kebaikan-kebaikan datang kepadanya. Sementara selama ini banyak sekali yang memahami bahwa kemudahan itu akan datang ‘setelah’ kesulitan. Padahal, kesulitan itu senantiasa datang ‘beriringan’ atau ‘berbarengan’ dengan kemudahan-kemudahan.

Sedangkan orang yang putus asa, tidak bersyukur atau bersikap kufur di kala sakit atau saat dihimpit kesulitan, ia malah akan sibuk mendramatisir keadaan dirinya atau kesulitannya sehingga ia tidak bisa melihat kemudahan-kemudahan di balik kesulitannya itu. Padahal sebagaimana firman Allah Swt di atas, bahwa ketika Allah menciptakan kesulitan bagi seorang hamba, maka bersama kesulitan itu Allah ciptakan juga kemudahan-kemudahan yang sangat mungkin kemudahan-kemudahan itu tidak bisa diraih apabila kesulitan itu tidak datang.

Ada orang yang sedang dililit utang. Hingga waktu jatuh tempo ia belum juga bisa melunasi utangnya. Ia mengeluh dengan dilengkapi kepanikan karena detik-detik jatuh tempo itu sudah semakin dekat. Namun, apa yang terjadi saat waktu jatuh tempo itu terlewati? Ia bersikap biasa-biasa saja. Bahkan ada rasa lega setelah melewati waktu tersebut meski utangnya pun belum bisa ia lunasi. Ini gambaran sederhana, ada kelapangan di dalam kesempitan.

Dalam banyak kasus, ada orang-orang yang mengalami masa-masa sulit, namun justru masa-masa sulit itu yang mendorongnya untuk bergerak mencari keteduhan jiwa dan kelapangan hati melalui forum-forum pengajian. Banyak orang-orang yang tersadar untuk lebih mendekat kepada Allah di kala dirinya berada dalam situasi mencekam. Banyak orang yang bertaubat ketika ia berada di tengah situasi yang sangat sesak. Banyak orang yang semakin bisa merasakan kehadiran Allah Swt manakala dirinya ada di dalam keadaan yang sangat pelik. Padahal ketika berada di dalam situasi yang mudah dan lapang, belum tentu ia tersadar atau teringat kepada Allah Swt.

Kesulitan dalam kacamata hawa nafsu itu nampak sebagai beban. Akan tetapi di dalam sudut pandang ma’rifatullah, kesulitan itu adalah jalan bebas hambatan menuju kedekatan dengan Allah Swt. Orang-orang yang senantiasa bersemangat mendekat kepada Allah akan memandang bahwa kesulitan itu adalah bagaikan hari raya. Karena di sanalah mereka bisa mendapatkan energi yang sangat besar yang bisa menggerakkan mereka untuk semakin dekat dengan Allah Swt. Hal ini bisa terjadi dengan sikap ridha dan syukur terhadap Allah Swt ketika kesulitan itu datang menerpa.

Syukurilah kesulitan yang datang menimpa kita. Karena sangat mungkin Allah Swt menurunkan kesulitan tersebut dengan maksud untuk menarik kita supaya lebih dekat dengan-Nya. Karena barangkali kelapangan dan kemudahan malah melenakan kita dan menjauhkan diri kita kepada Allah Swt. Pujian dan sanjungan membuat kita lupa diri. Ketika kita mendapat sanjungan dan pujian, yang banyak terjadi adalah kita merasa kegeeran. Merasa diri memang layak dipuji dan lupa bahwa pujian hanyalah milik Allah Swt.

Sehingga Allah Swt turunkan kepada kita kesulitan berupa hujatan dan cacian dari orang lain terhadap kita. Kesulitan itu kemudian membuat kita mengevaluasi diri sendiri dan menyadarkan kita untuk lebih mendekat kepada Allah. Pada kejadian seperti ini, hal yang penting bukanlah kesulitan berupa hujatan dan cacian, melainkan kesempatan kita untuk semakin dekat dengan Allah Swt.

Kesulitan dan kepahitan itu adalah hal yang niscaya, pasti kita akan mengalaminya di dalam hidup kita. Jalani saja, hadapi saja kesulitan dan kepahitan itu. Syukurilah kepahitan dan kesulitan yang datang. Karena itu artinya kita akan mendapat banyak sekali perlajaran dan kemudahan. Banyak sekali rahasia Allah Swt yang akan terungkap setelah kita lewati kesulitan dan kemudahan yang menimpa diri kita.

Syukurilah kesulitan yang menimpa kita. Syukurilah kemudahan yang dianugerahkan kepada kita. Selalulah memuji Allah Swt di dalam setiap apapun keadaan kita

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
sumber:smstauhiid.com

Kekuatan Ikhlas


aagym
ikhlas


Ada yang sakit cuci darah, dan dirinya tak bisa menerima harus cuci darah seminggu 2 kali, sehingg hari hari dijalani penuh derita lahir bathin.
Namun setelah menyadari bahwa inilah takdir terbaik, yang Alloh tetapkan bagi dirinya saat ini sesudah sekian lama diberi takdir sehat…
“Inilah takdir terbaikku, kehidupan normalku adalah cuci darah seminggu 2 kali,”. maka kehidupan menjadi nyaman dan kembali ternikmati.
Setiap orang memiliki episode masing-masing, dan berganti saat, berganti pula episode. Kemampuan ridho kepada takdir, membuat hidup lebih nyaman dan berkah.
Allah Ta’ala berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 22-23)
Allah Ta’ala berfirman,
إنا كل شىء خلقنه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)
وخلق كـل شىء فقدره, تقديرا
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)
وإن من شىء إلا عنده بمقدار
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)
Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun iman dan prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas ketentuan (qadha’) dan takdir (qadar) Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985) dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini shahih.’ Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 2439), karya Syaikh Albani rahimahullah)
Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الإيمان أن تؤ من با لله وملا ئكته وكتبه ورسله واليوم الا خر وتؤ من بالقدرخيره وشره
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5))
Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كل شيء بقدر حتى العجز والكيسز
“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/452), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/23))
Allah Ta’ala pun telah berfirman,
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.
sumber:smstauhiid.com