Monday, February 22, 2016

Hijrah (Bag.1)


aagym
hijrah


Semoga Allah Swt Yang Maha Agung, menghijrahkan kita dari kemusyrikan kepada tauhid. Dari kemunafikan kepada shidik. Dari cinta dunia kepada cinta akhirat. Dari kejahilan kepada ilmu pengetahuan. Dari berilmu banyak menjadi ahli amal yang ikhlas dan istiqamah.

Hijrah adalah jalan orang yang sukses. Allah Swt berfirman di dalam Al Quran, “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.(QS. At Taubah [9]: 20).

Sebelum kita mengulas lebih dalam tentang hijrah, mari kita tadaburi terlebih dahulu makna ayat di atas. Ayat tersebut di atas adalah resep yang harus kita miliki apabila kita ingin menggapai kesuksesan. Di akhir ayat ini disebutkan tentang orang-orang yang memperoleh kemenangan atau kesuksesan. Kemenangan atau kesuksesan dalam ayat ini adalah kemenangan atau kesuksesan yang hakiki. Bukan kemenangan atau kesuksesan dalam ukuran dan pandangan manusia. Melainkan kemenangan atau kesuksesan dalam pandangan Allah Swt, Dzat Yang Menciptakan manusia.

Lantas, siapa dan bagaimanakah orang yang akan mendapatkan kesuksesan sebagaimana disebutkan di penghujung ayat tersebut? Jawabannya masih ada di dalam ayat ini.

Langkah pertama menjadi orang yang meraih kesuksesan adalah beriman. Yaitu, keimanan kepada Allah Swt. Yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt senantiasa mendengar bisikan hati kita. Yakin dengan sepenuh hati bahwa Dia selalu mengetahui setiap perbuatan yang kita lakukan sejak dahulu hingga sekarang.

Orang yang beriman dijanjikan kemenangan oleh Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya di dalam Al Quran yang berbunyi, “Allah telah menetapkan, “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang”. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al Mujadalah[58]: 21).

Di dalam ayat-Nya yang lain disampaikan bahwa Allah Swt akan memberikan pertolongan kepada orang-orang beriman baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari Kiamat)”. (QS. Al Mumin[40]: 51)  

Keimanan tidak hanya diucapkan dengan bibir dan lisan. Melainkan keimanan yang diwujudkan dengan keteguhan hati dan perbuatan keseharian yang semakin baik dan semakin berkualitas dari waktu ke waktu.

Bagaimana langkah berkutnya yang harus dilakukan untuk bisa memperbaiki kualitas diri? Jawabannya adalah sesuai dengan ayat tersebut di atas yaitu langkah kedua, berhijrah. Hijrah adalah berpindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Atau, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Hijrah memiliki dua makna. Ada hijrah secara makna (ma’nawiyyah) dan ada hijrah secara fisik (makaniyyah). Hijrah secara makna adalah hijrah kepribadian, dari keadaan pribadi sebelumnya kepada keadaan pribadi yang lebih baik secara lahir dan batin. Adapun hijrah secara fisik adalah perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain yang situasinya lebih baik.

Sahabatku, semoga kita semua menjadi orang-orang yang senantiasa memiliki semangat berhijrah. Sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah Saw bersama para sahabat ketika mereka berhijrah dari Mekkah menuju Madinah. Mari kita tafakuri sejenak peristiwa tersebut.

Ketika Rasulullah Saw menyerukan para sahabatnya untuk berhijrah ke kota Madinah, perpindahan tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan keimanan mereka kepada Allah Swt. Lantas apa yang dilakukan setelah berhijrah? Hijrah bukanlah tujuan akhir rupanya, melainkan pintu gerbang menuju hal yang jauh lebih besar lagi.

Setelah berhijrah ke Madinah, Rasulullah Saw beserta orang-orang beriman kala itu melakukan langkah selanjutnya yaitu berjihad, berjuang dengan sungguh-sungguh. Tidak ada sikap bersantai atau berleha-leha setelah perpindahan mereka. Karena, tujuan utama bukanlah perpindahan itu. Tujuan utama bukanlah sekedar menyelamatkan diri mereka dari gangguan dan kekerasan kaum kafir di kota Mekkah belaka. Tujuan utama perpindahan tersebut adalah perjuangan syiar Islam. Tujuan utama Rasulullah Saw beserta para sahabat kala itu adalah jihad.

Ini adalah langkah ketiga untuk meraih kesuksesan, yaitu jihad atau berjuang dengan sungguh-sungguh. Dari kisah hijrahnya Rasulullah Saw beserta para sahabat ke Madinah, ada satu pelajaran yang amat berharga. Yaitu, bahwa hijrah itu bukanlah berpindah untuk pergi meninggalkan masalah atau meninggalkan problem. Hijrah adalah berpindah atau pergi untuk meningkatkan amal ke depan. Untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan.

Hijrah adalah untuk berjuang. Namun, berjuang seperti apa? Karena banyak juga yang berjuang akan tetapi untuk hal yang salah kaprah sehingga tersesat ke jalan yang salah. Perjuangan yang benar adalah perjuangan di jalan Allah Swt. Perjuangan yang dilakukan dengan tujuan membela menegakkan agama-Nya. Perjuangan mengukuhkan keadilan dan mengangkat kebenaran. Inilah yang ditempuh oleh Rasulullah Saw dan para sahabat setelah hijrah ke Madinah.

Jihad atau berjuang adalah kalimat yang umum dan milik bersama. Kalimat yang bisa dipakai atau diusung oleh siapa saja. Baik oleh mereka yang memperjuangkan kebenaran maupun memperjuangkan kejahatan. Mereka sama-sama berjuang. Oleh karena itulah di dalam Al Quran, kalimat “jihad” diikat dengan kalimat “fii sabilillah” yang berarti “di jalan Allah”. Allah Swt menyeru kepada manusia yang beriman kepada-Nya untuk melakukan perjuangan dengan sungguh-sungguh demi menggapai tujuan yang diridhai oleh-Nya.

Adapun jihad di jalan Allah Swt bisa berlangsung dengan dua bekal. Bekal pertama adalah siap berkorban dengan harta. Bekal kedua adalah siap berkorban dengan anfus atau diri. Kalimat “anfus” tidak hanya berarti diri secara jasad. Kalimat anfus memiliki makna yang luas meliputi jasad, jiwa dan perasaan. Termasuk meliputi rasa sayang terhadap diri sendiri, sayang pada pasangan, sayang pada keluarga, dan sayang harta kekayaan. Siap berkorban dengan anfus bermakna siap berkorban dengan apapun yang dicintainya demi membuktikan kesetiaan dan cintanya kepada Allah Swt.                      

Jika seseorang sudah bisa berjihad sebagaimana yang diserukan di dalam ayat ini, maka ia akan dianugerahi derajat yang sangat tinggi oleh Allah Swt. Tentu saja derajat yang sangat tinggi dan mulia ini bukan di dalam ukuran pandangan manusia. Melainkan dalam pandangan Allah Swt, yang itu artinya ketinggian dan kemuliaannya tidak bisa diukur oleh manusia.

Boleh jadi ketika seseorang selesai berjihad di jalan Allah, kondisinya menjadi terluka atau tidak memiliki harta. Kondisi yang di dalam pandangan manusia merupakan kondisi yang rendah dan menyedihkan. Tapi, sesungguhnya ia mendapatkan ganjaran derajat yang sangat tinggi di sisi Allah Swt. Hal ini sudah sejak dahulu terbukti.

Bukankah banyak sekali para sahabat Rasulullah Saw. yang terluka dan menderita saat berjihad di jalan Allah Swt. Keadaan mereka dicibir oleh kaum kafir. Namun, para sahabat ini mendapatkan kedudukan mulia di sisi Allah Swt dan dijanjikan surga oleh-Nya. Bahkan, perjuangan para sahabat inipun telah berbuah kesuksesan berupa kemenangan dan semakin tegak kokohnya Islam.

Jika derajat seseorang telah ditinggikan dan dimuliakan oleh Allah Swt, maka tidak ada seorangpun dan tidak ada satu makhluk pun, sekuat apapun, yang bisa merendahkannya. Sedangkan jika seseorang ditinggikan derajatnya oleh sesama manusia, maka jangankan oleh Allah Swt, bahkan ia bisa dengan mudah direndahkan kembali oleh manusia, atau bisa kembali rendah begitu saja dengan sendirinya.

Demikianlah, kesuksesan sejati hanya bisa diraih oleh orang-orang yang mau beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah Swt. Tanda kesuksesan tidak pada pandangan atau ukuran manusia, melainkan pada pandangan Allah Swt. Kesuksesan sejati itu bukan harta kekayaan, pangkat, kedudukan dan popularitas. Kesuksesan sejati itu adalah tempat yang baik di mulia Allah Swt.

sumber:smstauhiid.com

No comments:

Post a Comment